Sejumlah ahli mengklasifikasikan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) menjadi tiga (3) kategori, yaitu anak berkelainan fisik, anak berkelainan mental emosional dan berkelainan akademik.
1. Anak Berkelainan Fisik
Anak berkelainan fisik dibedakan menjadi 3 yaitu: anak tunanetra, tunarungu, tunadaksa.
a) Tunanetra adalah anak-anak yang mengalami kelainan atau gangguan fungsi penglihatan, yang memiliki tingkatan atau klasifikasi yang berbeda. Berdasarkan tingkat ketajaman penglihatan dapat diklasifikasikan menjadi Low Vision (kurang lihat, ketajaman penglihatan 6/20m-6/60m) dan the blind (berat, ketajaman penglihatan kurang dari 6/60m). Sedangkan berdasarkan adaptasi pedagogis dapat diklasifikasikan menjadi kemampuan melihat sedang, ketidakmampuan melihat taraf berat dan ketidakmampuan taraf sangat berat.
b) Tunarungu adalah istilah yang menunjuk pada kondisi ketidakfungsian organ pendengaran atau telinga seorang anak. Kondisi ini menyebabkan mereka mengalami hambatan atau keterbatasan dalam merespon bunyi- bunyi yang ada disekitarnya. Dalam klasifikasi khusus, tunarungu dibedakan menjadi tunarungu ringan (tingkat kesulitan 25-45 db), tunarungu sedang (tingkat kesulitan 46-70 db), tunarungu berat (tingkat kesulitan 71-90 db), dan tunarungu sangat berat (tingkat kesulitan lebih dari 90 db).
c) Tunadaksa adalah anak-anak yang mengalami kelainan fisik atau cacat tubuh, yang mencakup kelainan anggota tubuh maupun yang mengalami kelainan gerak dan kelumpuhan. Berdasarkan tingkat kelainannya diklasifikasikan menjadi celebral palsy (ringan, sedang, dan berat), berdasarkan letaknya (spastic, kekakuan pada sebagian atau seluruh ototnya, dyskenesia, gerakan tak terkontrol serta terjadi kekakuan pada seluruh tubuh yang sulit digerakkan), ataxia (gangguan keseimbangan, koordinasi mata dan tangan tidak berfungsi), campuran (mengalami kelainan ganda); berdasarkan polio: tipe spinal (kelumpuhan pada otot- otot leher, sekat dada, tangan dan kaki), tipe bulbair (kelumpuhan fungsi motorik pada satu saraf tepi atau lebih yang menyebabkan adanya gangguan pernapasan), tipe bulbispinalis (gangguan antara tipe spinal dan bulbair) dan enceaphalitis (umunya ditandai dengan demam, kesadaran menurun, tremor, dan kadang- kadang kejang).
2. Anak Berkelainan Mental-Emosional
Anak berkelainan mental emosional dibedakan menjadi tunagrahita dan tunalaras.
a) Tunagrahita, didasarkan berbagai tinjauan diantaranya berdasarkan kapasitas skor intelektualnya (IQ). Tunagrahita ringan (IQ 50-70), tunagrahita sedang (IQ 35-50), tunagrahita berat (IQ 20-35) dan tunagrahita sangat berat (IQ dibawah 20). Sedangkan berdasarkan kamampuan akademik di bagi manjadi mampu didik, mampu latin dan perlu dirawat.
b) Tunalaras adalah anak-anak yang mengalami gangguan perilaku, yang ditunjukkan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, baik di sekolah maupun lingkungan sosialnya. Anak tunalaras diklasifikasikan berdasarkan perilaku dan kepribadiannya. Berdasarkan perilakunya: beresiko tinggi (hiperaktif, suka berkelahi, memukul, melawan, sulit konsentrasi dan lain- lain), beresiko rendah (autism, khawatir, cemas, ketakutan dan lain- lain), kurang dewsa (suka berfantasi, berangan-angan, mudah dipengaruhi, kaku, dan lain-lain). Sedangkan berdasarkan kepribadiannya diklasifikasikan menjadi: kekacauan perilaku, menarik diri, ketidakmatangan dan agresi sosial.
3. Anak Berkelainan Akademik
Anak berkelainan akademik dibedakan menjadi anak berbakat dan anak berkesulitan belajar.
a) Anak berbakat adalah anak-anak yang mengalami kelainan intelektual di atas rata- rata. Klasifikasi anak berbakat pada umumnya dilihat dari tingkat intelegensinya, berdasarkan standar Stanford Belnet meliputi: kategori rata-rata tinggi (dengan IQ 110-119), kategori superior (dengan IQ 120-139), dan kategori sangat superior (dengan IQ 140-169).
b) Anak berkesulitan belajar merupakan salah satu jenis anak berkebutuhan khusus yang ditandai dengan adanya kesulitan untuk mencapai standar kompetensi (prestasi) yang telah ditentukan dengan mengikuti pembelajaran konvensional. Anak berkesulitan belajar juga sering disebut Learning Disability. Kesulitan belajar perkembangan diklasifikasikan lebih spesifik menjadi: kesulitan belajar perkembangan (kesulitan belajar pada anak dibawah 5 tahun) dan kesulitan belajar akademik (kesulitan pada anak pada usia diatas 6 tahun, contohnya kesulitan berhitung (diskalkulia), kesulita membaca (disleksia), kesulitan menulis (disgrapia), kesulitan berbahasa (dysphasia), dan tidak terampil (dispraksia).